Walikota Bukittinggi Itu Bergelar Sako Tuangku Nan Kuniang
RMT, Agam: Saat ini 11 Kabupaten /Kota di Sumatera Barat telah memiliki kepala daerah definitif sehingga tertuang harapan besar untuk perubahan yang lebih baik, termasuk penguatan adat istiadat.
Ketua Karapatan Adat Nagari (KAN) Kamang Mudiak Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam Ahmad Najmi DT Kayo mengatakan para niniak mamak terkendala untuk mewujudkan penguatan dan pelestarian adat, apalagi berkaitan dengan anggaran yang tidak dimiliki. Sementara, kucuran dana desa atau desa adat yang diberikan pemerintah pusat tidak dapat dialihkan ke KAN, dikarenakan ada pedoman dari Kementerian Dalam Negeri.
Para pemangku adat di daerah seperti halnya ia sendiri ingin pasangan kepala daerah dapat mengakomodir program dan kebijakan untuk mengembalikan tatanan berkehidupan dan bermasyarakat sesuai falsafah orang minang.
Ia menyadari orang minang akan marah jika disebut indak baradaik, padahal ditengah perkembangan zaman di era sekarang membuat tergerusnya penerapan adat di lapangan.
" ya, orang minang masih marah jika dikatakan dirinya tidak baradaik, tapi adat itu sekarang telah tergerus oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita ingi kepala daerah yang baru baik di kabupaten/kota menjawab kendala yang dihadapi niniak mamak."ujarnya, Selasa (02/03/2021)
Disisi lain, Muhammad Rum DT Saripado yang juga salah seorang pemangku adat di Durian Nagari Kamang Mudiak Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam sependapat dengan Ahmad Najmi DT Kayo, dirinya ingin pewarisan nilai - nilai adat diupayakan sejak dini dan didukung penuh oleh pemerintah.
Diketahui, Muhammad Rum DT Saripado merupakan paman kandung dari Walikota Bukittinggi defintif H Erman Safar, dikarenakan terlahir dari adiak kandungnya. Ia optimis kemenakan kandungnya itu dapat bersinergi dengan para niniak mamak di Nagari Kurai Kota Bukittinggi, bagaimana cara untuk mengangkat marwah adat dan pemangkunya. Sejauh ini program pembinaan dan penguatan adat itu barangkali sudah dilakukan namun belum maksimal. Ia menyebutkan kemenakannya (Walikota Erman Safar) memang lahir dan besar di kota Bukittinggi, akan tetapi upaya untuk melestarikan adat istiadat tersebut tetap diwujudkan serupa halnya disaat terpilih sebagai Walikota termuda dalam sejarah kepemerintahan kota Bukittinggi Erman Safar diantar secara adat Nagari Kamang. Erman Safar itu telah memiliki gelar sako yakni Tuangku Nan Kuniang suku Koto, dimana gelar pusako kaum tersebut bagian dari pemangku adat, lebih berperan di bidang keagamaan dan boleh disebut rajo ibadat.
" Walikota Bukittinggi Haji Erman Safar itu adalah kemenakan saya, ibunya merupakan adik kandung se ibu sebapak dengan saya. Dia itu telah bergelar Tuangku Nan Kuniang, punya peran di kaum pasukuan koto di Durian Kamang Mudiak. Sebelumnya, dia memang minta sipaik (minta izin) secara adat dan kami antarkan secara adat ketika terpillih sebagai
walikota." imbuhnya
"Makanya kami yakin Erman Safar Tuangku Nan Kuniang dapat bersinergi dengan niniak mamak urang kurai di kota Bukittinggi."tambahnya
Sementara itu, terkait dengan penguatan adat minang diupayakan oleh berbagai pihak yang tidak hanya di Sumatera Barat, tetapi dibuktikan dengan kekuatan di luar ranah minang. Hal demikian sejalan dengan terlaksananya akhir Februari lalu diskusi adat yang diselenggarakan secara virtual oleh Lembaga Adat Kebudayaan Minang (LAKM) yang beralamat di Jakarta bersama Mahkamah Adat Alam Minangkabau. Webinar seri diskusi adat ketiga tentang Daerah Istimewa Minangkabau (DIM) dan Perda nomor 7 tahun 2018 tentang nagari. Kegiatan itu menghadirkan Tengku Firmansyah Dt Katumangguangan selaku pucuk bulek alam minangkabau, Ketua Umum LAKM Dr.E.A Dt Endang Pahlawan, Azmi Dt Bagindo (Sekretaris Jenderal LAKM), Irs Dt Gampo Sinaro (Ketua Adat dan Budaya BK3AM Jakarta), DR Edi Rosman (Dosen IAIN Bukittinggi), dan DR Emeraldy Chatra (Dosen FISIP Unand Padang).
(MAINDO/TJ)
Posting Komentar